Selasa, 26 Juni 2012

Dalam proses penanganan limbah pertambangan secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi. 

Pengurai Limbah / Bahan Organik yang mengandung bakteri.http://gerai.web.id/shop/wp-content/uploads/2011/03/boostoileto-300x248.jpg
Sebagai pengurai limbah organik,  Boostoileto mempunyai komposisi cairan yang mengandungbakteri
·         Bakteri selulolitik
·         Cytopaga
·         Pseudomonas
·         Lactobacillus

Bakteri mikrobia Pengurai Limbah Organik [ GP-1] Green Phoskko® [ GP-1] ini dikemas dalam karton PVC dan plastik PE ( @ 0, 25 kg/ Pack ) adalah konsorsium mikroba unggulan ( bakteri aktinomycetes- spesies aktinomyces naeslundii, Lactobacillus spesies delbrueckii, Bacillus Brevis, Saccharomyces Cerevisiae, ragi, dan jamur serta Cellulolytic Bacillus Sp, bakteri aktinomycetes, ragi, dan jamur) pengurai bahan organik ( limbah kota, limbah pertanian, peternakan, limbah tambak dan lain-lainnya) pengurai bahan organik ( limbah kota, pertanian, peternakan, pengurai feces dalam septic tank, pengurai limbah pakan di tambak dan kolam dan lain-lainnya) . Bermanfaat untuk mempercepat proses dekomposisi, menghilangkan bau busuk dan menekan pertumbuhan mikroba patogen.
Aktivator bagi pengomposan Green Phoskko® (GP-1) adalah konsorsium mikroba unggulan (bakteri aktinomycetes- spesies aktinomyces naeslundii, Lactobacillus spesies delbrueckii, Bacillus Brevis, Saccharomyces Cerevisiae, ragi, dan jamur serta Cellulolytic Bacillus Sp) pengurai bahan organik (limbah kota, pertanian, peternakan dan lain-lainnya) . Bermanfaat untuk mempercepat proses dekomposisi (menghancurkan bahan organik),menghilangkan bau busuk dan menekan pertumbuhan (antagonis) mikroba penyebab bau, penyebab penyakit akar dan merugikan tanaman (patogen) .
Kandungan bakteri penghasil asam laktat (Lactobacillus SP) sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri fotosintesis dan ragi. Peran asam laktat inilah yang menjadi bahan sterilisasi yang kuat dan menekan mikroorganisme berbahaya dan menguraikan bahan organik dengan cepat.

Sementara ragi/ yiest memproduksi subatansi yang berguna bagi tanaman dengan cara fermentasi. Subtansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna dalam pertumbuhan sel dan pembelahan akar, juga berperan dalam perkembangbiakan mikroorganisme menguntungkan bagi Actinomycetes dan bakteri Lactobacillus SP (asam laktat) .
Bakter i Actinomycetes merupakan mikroorganisme peralihan antara bakteri dan jamur yang mengambil asam amino dan mengubahnya menjadi antibiotik untukj mengendalikan patogen, menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin yaitu zat essensial untuk pertumbuhannya. 
Kemampuan konsorsium mikroba Green Phoskko® (GP-1) sebagaimana diatas adalah menurunkan rasio C/N dalam bahan sampah, yang awalnya tinggi (>50) menjadi setara dengan angka C/N tanah. Dengan rasio antara karbohindrat dengan nitrogen rendah sebagaimana C/N tanah (<20) maka bahan sampah menjadi dapat diserap tanaman. Dalam dekomposisi menggunakan mikroba, bakteri, fungi dan jamur yang terdapat dalam aktivator Green Phoskko® (GP-1), dalam bahan sampah organik terjadi antara lain :
 

1) karbohidrat, selulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air;
 
2) zat putih telur menjadi amonia, CO2 dan air;
 
3) peruraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman.
Kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan sebaliknya senyawa N (Nitrogen) yang larut (amonia) meningkat. Atau C/ N rasio semakin rendah dan stabil mendekati C/ N tanah.
DOSIS & TEKNIK APLIKASI 
1. 1 (satu) kg Green Phoskko® Activator dapat digunakan untuk tumpukan sampah sekitar 3 – 6 m3 atau setara dengan dosis 1 per ribu (per mil) ,
 
2. Larutkan atau campurkan 250gr Green Phoskko® Activator dalam 40 – 100 ltr air, kemudian diaduk hingga merata (bila tersedia tambahkan 250gr dedak dan 100 – 200 gr gula pasir, 100 urea dan diaduk hingga merata) .
3. Diamkan sekitar 2 – 4 jam, dalam kurun waktu tersebut lakukan pengadukan 2 – 3 kali
4. Siramkan larutan tersebut pada tumpukan sampah secara merata. Bila kelembaban sampah masih kurang, CIPRATI tumpukan SAMPAH tersebut dengan air hingga mencapai kelembaban sekitar 60 - 65 % . Jumlah air yang digunakan agar bahan sampah menjadi lembab (kadar air 60 %) agar terjadinya proses dekomposisi secara sempurna. Mengukur kadar air dapat digunakan cara antara lain dengan menggenggam bahan kompos setelah diberi aktivator kemudian remas, jika sudah tidak menetes namun basah itulah kondisi kelembaban 60 % .
5. Pertahankan proses pengkomposan secara aerob, dengan mengatur sirkulasi udara atau suplai oksigen kepada tumpukan sampah agar terjaga pada kisaran 30 sampai 50 derajat celcius ( hangat) . Pada suhu itulah mikroba dalam aktivator akan terbangun dari dormannya dan bekerja mengurai bahan sampah secara optimal. Kisaran suhu pada pengomposan open windrows ( bedeng) dapat dilakukan dengan menggunakan pipa paralon atau bambu (diameter sekitar 7, 5 cm – 10 cm dan diberi lubang dengan diameter 1 cm dalam bentuk spiral) , ditusukkan ke dalam tumpukan dengan jarak sekitar 25 - 50 cm. Sementara media pengomposan modern dan praktis adalah menggunakan Rotary Klin atau komposter BioPhosko lainnya,
 
6. Pada pengomposan bedeng agar tutup tumpukan sampah dengan terpal atau plastik hitam untuk mengurangi penguapan dan pertahankan temperatur 60 – 65° C selama 2 – 3 hari. Selanjutnya lakukan pembalikan ( 5 – 7 hari sekali) dan atur kelembaban tumpukan sampah dengan menambahkan air hingga kelembaban sekitar 60 – 65% ( bila diperlukan pada pembalikan kedua gunakan Green Phoskko® Activator kembali) .
7. Proses dekomposisi menggunakan model open windrows dilakukan sekitar 2 – 5 minggu; sementara jika menggunakan komposter Rotary Klin- dapat membalikan material kompos dengan cara mengayuh, cukup 5 hari akan terjadi proses dekomposisi.
Pimpinan proyek dan pejabat pembuat komitmen yang berkaitan dengan kebersihan kota atau pengelolaan sampah secara darurat, dapat mempertimbangkan penggunaan activator Green Phoskko® (GP-1) ini dengan cara melakukannya di pusat-pusat sampah kota (TPS di pasar, perumahan, sentra peternakan dan lainnya) . Tanpa harus bermotif penjualan kembali hasil proses pengomposannya (non-komersial) , jika saja sampah sudah terdekomposisi maka tidak berbau, berbagai kalangan akan memungutnya untuk digunakan amilioran/ tanah gembur (melakukan packing dan repacking untuk dijual maupun ibu rumah tangga untuk tanaman hias dan bunga di pekarangan).



Kelompok Organisme
Organisme
Jumlah/gr kompos
Mikroflora
Bakteri; Aktinomicetes; Kapang
109 - 109; 105108; 104 - 106
Mikrofanuna
Protozoa
104 - 105
Makroflora
Jamur tingkat tinggi

Makrofauna
Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll


Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :Green Phoskko(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio,BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian BioteknologiPerkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp,Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.

Tahapan pengomposan

1.    Pemilahan Sampah
§  Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
2.    Pengecil Ukuran
§  Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
3.    Penyusunan Tumpukan
§  Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
§  Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
§  Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkanudara di dalam tumpukan.
4.    Pembalikan
§  Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5.    Penyiraman
§  Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
§  Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
§  Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6.    Pematangan
§  Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
§  Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7.    Penyaringan
§  Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
§  Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
8.    Pengemasan dan Penyimpanan
§  Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
§  Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.

Tahapan pengomposan

1.    Pemilahan Sampah
§  Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
2.    Pengecil Ukuran
§  Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
3.    Penyusunan Tumpukan
§  Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
§  Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
§  Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkanudara di dalam tumpukan.
4.    Pembalikan
§  Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5.    Penyiraman
§  Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
§  Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
§  Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6.    Pematangan
§  Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
§  Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7.    Penyaringan
§  Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
§  Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
8.    Pengemasan dan Penyimpanan
§  Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
§  Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.

Zoogloea adalah bakteri yang menghasilkan exopolysaccharide yang membentuk proyeksi khas seperti jari tangan dan ditemukan dalam air limbah dan lingkungan yang kaya bahan organik (Norberg dan Enfors, 1982; Unz dan Farrah, 1976; Williams dan Unz, 1983). Zoogloea diisolasi dengan menggunakan media yang mengandung m-butanol, pati, atau m-toluate sebagai sumber karbon. Bakteri ini ditemukan dalam berbagai tahap pengolahan limbah tetapi jumlahnya hanya 0,1-1% dari total bakteri dalam mixed liqour (Williams dan Unz, 1983). Kepentingan relatif bakteri ini dalam air limbah membutuhkan penelitian lebih lanjut.
           Flok lumpur aktif juga merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter), yang dapat merubah amonia menjadi nitrat dan bakteri fototrofik seperti bakteri ungu non sulfur (Rhodospilrillaceae), yang dapat dideteksi pada konsentrasi sekitar 105 sel/ml. Bakteri ungu dan hijau ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil. Barangkali, bakteri fototrofik hanya sedikit berperan dalam penurunan nilai BOD dalam lumpur aktif (Madigan, 1988; Siefert et al., 1978).

 Bakteri Fotosintetik

Bakteri fotosintetik adalah mikroorganisme yang mandiri. Bakteri ini membentuk senyawa-senyawa yang bermanfaat dari sekresi akar tumbuh-tumbuhan, bahan organik dan/atau gas-gas berbahaya seperti hidrogen sulfida, dengan dibantu sinar matahari dan panas sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat tersebut meliputi asam amino, asam nukleat, zat-zat bioaktif, dan gula, yang semuanya dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Hasil-hasil metabolisme yang dihasilkan oleh bakteri ini dapat diserap langsung oleh tanaman dan juga berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme lain sehingga jumlahnya terus dapat bertambah.

B.    Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dari gula, dan karbohidrat lain yang dihasilkan oleh bakteri fotosintetik dan ragi. Bakteri asam laktat dapat menghancurkan bahan-bahan organik seperti lignin dan selulosa, serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa-senyawa beracun yang ditimbulkan dari pembusukan bahan organik.

C.    Ragi

Ragi dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula di dalam tanah yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan organik melalui proses fermentasi. Ragi juga menghasilkan senyawa bioaktif seperti hormon dan enzim.

D.    Actinomycetes

Actinomycetes merupakan suatu kelompok mikroorganisme yang strukturnya merupakan bentuk antara dari bakteri dan jamur. Kelompok ini menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik. Zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme ini dapat menekan pertumbuhan jamur dan bakteri yang merugikan tanaman, tetapi dapat hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik. Dengan demikian kedua spesies ini sama-sama dapat meningkatkan kualitas lingkungan tanah dengan meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah.

E.    Jamur Fermentasi

Jamur fermentasi seperti Aspergillus dan Penicillium menguraikan bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester, dan zat-zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur ini berfungsi dalam menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga serta ulat-ulat yang merugikan dengan cara menghilangkan penyediaan makanannya.

Setiap jenis effective microorganisme mempunyai fungsi masing-masing dalam proses fermentasi bahan organik, namun bakteri fotosintetik adalah pelaksana kegiatan EM yang terpenting. Bakteri ini mendukung kegiatan mikroorganisme lain, di lain pihak bakteri ini memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme lain.
                                                               



PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN SAPI MENJADI BIOGAS
Pengolahan limbah peternakan sapi menjadi biogas pada prinsipnya menggunakan metode dan peralatan yang sama dengan pengolahan biogas dari biomassa yang lain.

Adapun alat penghasil biogas secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-19, riset untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis pada masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang digunakan untuk menggerakkan traktor.
Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan. Tetapi, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada.
Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman.

Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas metan (Nandiyanto, 2007). Menurut Haryati (2006), proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahanorganik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.
Gas metan adalah gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas metan yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas. Bahan organik yang bisa digunakan sebagai bahan baku industri ini adalah sampah organik, limbah yang sebagian besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak.

Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N, temperatur, keasaman juga jenis digester yang dipergunakan. Kondisi optimum yaitu pada temperatur sekitar 32 – 35°C atau 50 – 55°C dan pH antara 6,8 – 8 . Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air menjadi energi gas.

Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerobik juga memberikan beberapa keuntungan lain yaitu  menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat dan nitrogen organic, bakteri coliform dan patogen lainnya, telur insek, parasit, dan bau.

Proses pencernaan anaerobik, yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.

Menurut Haryati, pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:
1.        Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer).
2.        Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.
3.        Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan  mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.

Senin, 25 Juni 2012

Mikroorganisme Bioremediasi


5 MIKROORGANISME YANG BERPERAN DALAM BIOREMEDIASI
1.    BAKTERI  NICTOBACTER
Bakteri ini merupakan bakteri probioaktif yang mampu bekerja menguraikan bahan organik protein,karbohidrat,dan lemak secara biologis.Bermanfaat dalam menguraikan NH3 dan NO pada sampah,tinja,dan kotoran hewan ternak,dan dapat menekan populasi bakteri patogen pada penampung tinja yang menyebabkan sumber air tanah akan terkontaminasi jika air remebesan tinja bercampur dengan sumber air tanah.

2.BAKTERI PSEUDOMONAS
Bakteri Pseudomonas sp. merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran minyak bumi. Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu, minyak bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri pseudomonas dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :
  1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
  2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.

3.BAKTERI ENDOGENOUS
Tidak hanya mengendalikan senyawa amoniak dan nitrit, teknik bioremediasi dengan menggunakan bakteri endogenus juga bertujuan untuk mengendalikan senyawa H2S yang banyak menumpuk di sedimen tambak.Dengan menggunakan bakteri fotosintetik dari jenis Rhodobakter untuk menghilangkan senyawa H2S. “Hasilnya H2S tidak terdeteksi sama sekali di tambak,”Untuk mengatasinya dia menggunakan bakteri dari jenis Bacillus. “Karena bakteri Bacillus yang di gunakan merupakan bakteri endogenous, maka efektivitasnya lebih baik jika dibandingkan dengan produk bioremediasi dengan menggunakan bakteri dari luar Indonesia,”

4.BAKTERI NITRIFIKASI
Nitirifikasi  untuk menjaga keseimbangan senyawa nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan nitrat) di sistem tambak. Pendekatan bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan kelebihan residu senyawa nitrogen yang berasal dari pakan, dilepaskan bempa gas N2 1 N20 ke atmosfir. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi nitrat atau nitrit menjadi dinitrogen oksida (N20) atau gas nitrogen (Nz).

5.BAKTERI PEREDUKSI SULFAT
Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan biota lainnya.
























MIKROORGANISME DALAM PROSES BIOREMEDIASI








KELOMPOK  8
ANGGOTA
v Haderiansyah
v Lukmanul Hakim
v Nenny Triana P
v Said Ahmad F.N





MANAJEMEN LINGKUNGAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
2012